shtandovebg.com

Biaya Tarik Kabel Optik Tinggi, Internet Cepat di RI Cuma Mimpi?

Teknisi XL Axiata melakukan pemeliharaan perangkat BTS di kawasan Pantai Pulau Merah, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (14/3/2019). XL Axiata berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur jaringan data dan internet cepat guna mendukung pengembangan potensi ekonomi daerah termasuk sektor pariwisata.
Internet Cepat di RI Cuma Mimpi, Biaya Tarik Kabel Optik Tinggi. Foto: Rachman Haryanto

Jakarta -

Internet cepat di RI mungkin cuma mimpi. Pasalnya operator internet kesulitan menginvestasikan lebih banyak untuk infrastruktur.

"Saya melihat bahwa ada kesulitan untuk investasi lebih banyak dalam infrastruktur. Karena biaya sewa dari sarana untuk menetapkan jaringan tinggi," ungkap Mochamad Hadiyana, Staf Ahli Menkominfo Bidang Teknologi saat sesi Ngopi Bareng di Gedung Kominfo, Jakarta.

Hadi lanjut membeberkan sejumlah biaya yang musti ditanggung operator. Biaya tersebut dibayarkan sesuai dengan regulasi untuk pembangunan jaringan telekomunikasi berbasis jaringan kabel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contohnya saja di Kominfo ada yang harus dipenuhi sesuai regulasi. Ada izin BHP Telekomunikasi besarnya 0,5% dari gross revenue dan USO besarannya 1,25% dari gross revenue," ungkapnya.

"Saat operator membangun jaringan di mana membutuhkan right of way atau perlintasan yang jadi wewenang Kemenhub ada banyak pungutan juga, dan itu pun legal karena ada regulasinya," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Hadi mencontohkan biaya perpotongan baru ditetapkan Rp 15 juta per titik, lalu izin persinggungan Rp 20.000 per meter. Ada pula biaya pengawasan untuk pemanfaatan lahan kereta api.

Misalkan fiber optic melewati jalan yang menjadi kewenangan Kementerian PU, maka perlu izin pemanfaatan jalan. Belum lagi kalau infrastruktur melalui daerah wewenang Kementerian KLHK, misalnya hutan perkebunan dan lain.

"Pemerintah Daerah juga melakukan pemungut biaya pembangunan jaringan. Misalnya di Jakarta ada penyewaan fasilitas utilitas terpadu, konon biayanya dua kali lipat dari beberapa tahun lalum" ungkap Hadi.

Karena elemen-elemen yang harus dihadapi oleh operator begitu banyak, Hadi coba memberikan solusi. Dia tengah mengkaji kemungkinan satu pengelola atau perusahaan untuk menangani infrastruktur pasif.

Hadi mengaku kajian tersebut masih awal dan sumbernya dari negara lain, salah satunya Singapura. Awalnya yang melakukan pengelolaan infrastruktur pasif dilakukan konsorsium dari para operator. Tapi kemudian pemerintah mengambil alih.

"Kalau kita tidak harus seperti itu. Pengelolanya bisa satu, tapi kalau sulit diwujudkan bisa saja per provinsi juga bisa," ujarnya.

"Sekarang banyak pengelolaan untuk infrastruktur ada bersama dengan Pemda. Bisa saja ini masih tahap awalnya, Pemda di pulau Jawa bersatu untuk di Jawa. Tapi ini harus dibahas juga oleh stakeholder. Karena ide saya belum tentu sesuai dengan pandangan mereka," pungkas Hadi.



Simak Video "Kominfo Utamakan Starlink Jangkau Daerah 3T"
[Gambas:Video 20detik]
(afr/afr)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat