shtandovebg.com

Tragedi Tenggelamnya Titanic Sudah Diramal dalam Cerita Novel

Titanic
Foto: Easy Voyage

Jakarta -

Kapal pesiar Titanic dijuluki sebagai kapal terbesar serta karya terhebat manusia yang pernah ada di masa itu, dan digadang-gadang tidak bisa tenggelam. Namun kecelakaan tragis dengan mudah mematahkan itu semua.

Berlayar perdana pada April 1912, di bulan dan tahun itu pula kapal ini menabrak gunung es dan tenggelam di Atlantik Utara. Ini adalah kisah nyata yang terjadi 112 tahun lalu. Namun ada kisah serupa yang seolah menjadi ramalan bahwa Titanic akan tenggelam dengan mengenaskan.

Penulis asal Amerika Morgan Robertson, dalam novelnya yang berjudul 'The Wreck of the Titan Or, Futility' bercerita tentang sebuah kapal pesiar raksasa bernama Titan. Novel ini dirilis pada tahun 1898, 14 tahun sebelum kecelakaan Titanic terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam 'The Wreck of the Titan Or, Futility', Robertson meramalkan peristiwa bencana maritim paling menarik dalam sejarah.

Novelnya dimulai dengan kalimat: "Dia adalah kapal terbesar yang pernah ada dan karya manusia terhebat."

ADVERTISEMENT

"Pembangunan dan pemeliharaannya melibatkan setiap ilmu pengetahuan, profesi, dan perdagangan yang dikenal dalam peradaban."

Robertson mendeskripsikan bahwa di anjungan kapal Titan terdapat para perwira, yang selain dipilih oleh Angkatan Laut Kerajaan, telah lulus ujian ketat dalam semua bidang. Mereka bukan hanya pelaut, tetapi juga ilmuwan.

Novel tentang kapal Titan yang mirip kisah Titanic Morgan Robertson. Foto: via Daily Mail

Robertson sendiri adalah mantan pelaut yang menerbitkan puluhan novel dan mengaku sebagai penemu periskop. Menariknya, novel tentang Titan punya banyak kemiripan cerita dengan Titanic. Diceritakan bahwa Titan menabrak gunung es di Atlantik Utara, di lepas pantai Newfoundland Banks, di lepas pantai New York.

Versi fiksi maupun asli dari kisah bencana ini sama-sama punya cerita bahwa bencana terjadi di laut yang relatif tenang, pada malam hari, di bulan April.

Kemiripannya tak cuma itu. Kapal yang dibangga-banggakan ini juga diceritakan melaju terlalu cepat, dan masing-masing berlubang di sisi kanan.

Kapal imajiner Robertson dimiliki oleh perusahaan kapal uap yang pemegang saham utamanya adalah orang kaya Amerika. Sedangkan Titanic adalah bagian dari White Star Line, yang pemegang saham utamanya adalah J.Pierpont Morgan, seorang miliuner kaya Amerika.

Keduanya merupakan kapal penumpang yang dinyatakan sebagai kapal terapung terbesar dan termewah, serta tidak dapat tenggelam.

Novel tentang kapal Titan yang mirip kisah TitanicFoto: via Daily Mail

Dikutip dari Daily Mail, saat Titanic tenggelam, lebih dari 1.500 orang kehilangan nyawa. Ada korban jiwa yang sama mengerikannya ketika Titan milik Robertson tenggelam, meskipun dia tidak menyebutkan jumlahnya secara spesifik.

Robertson menggambarkan Titan memiliki 19 kompartemen kedap air dan pintu sekat yang tertutup jika ada air. Sementara itu, Titanic memiliki 16 kompartemen kedap air dan pintu sekat yang dirancang untuk melakukan hal yang sama.

Titan digambarkan memiliki tiga baling-baling. Sedangkan Titanic adalah kapal pertama yang memiliki inovasi tersebut. Lebih lanjut Robertson menulis bahwa Titan memiliki 40.000 tenaga kuda dan kecepatan tertinggi 25 knot. Titanic memiliki 50.000 tenaga kuda dan kecepatan maksimum yang sama.

Titanic membawa 3.360 orang, sedangkan Titan membawa 3.000 orang. Kapal Titanic buatan White Star memiliki panjang 268 meter, sedangkan Titan memiliki panjang 243 meter.

Titanic memiliki 20 sekoci berkapasitas 1.176 orang, sedangkan Titan memiliki 24 perahu yang cukup untuk menyelamatkan 500 penumpang.

Dalam penggambaran bencana tersebut, Robertson menuliskan salah satu awak kapal yang sedang meneropong situasi sekitar berteriak memperingatkan ada gunung es di hadapan mereka.

"Perwira pertama berlari ke tengah kapal, dan kapten, yang tetap berada di sana, melompat ke telegraf ruang mesin, dan kali ini tuasnya diputar.

Tetapi dalam lima detik haluan Titan mulai terangkat, dan di depan, di kedua sisi, dapat dilihat, melalui kabut, sebuah bidang es, yang muncul di tanjakan setinggi 30 meter di jalurnya."

Singkatnya, tak lama setelah tabrakan tersebut, ketegangan semakin intens, orang-orang mulai berlarian menyelamatkan diri, ada juga yang tidak berdaya dan pasrah dengan keadaan, hingga puncaknya adalah kapal dengan cepat tenggelam.

Sebelum menulis kisah ini, novel pertama Robertson yang berjudul Futility disebutnya sebagai peringatan bagi umat manusia di tengah kemarahannya bahwa perusahaan pelayaran lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan penumpang.

Dia mengaku percaya bahwa, saat menulis novelnya, dia dikendalikan oleh roh dan telah mendengar perintah yang dibisikkan seseorang dalam keheningan.

Robertson lahir pada tahun 1861 di Oswego, New York. Ia merupakan putra seorang nakhoda kapal Great Lakes dan sudah melaut pada usia 16 tahun.

Pada usia 25 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual tembakau dan pekerja serabutan sebelum memutuskan menjadi novelis. Karena keyakinannya yang aneh tentang adanya roh yang membimbingnya menulis, editor surat kabar menganggapnya gila.

Dia bahkan pernah dirawat di bangsal untuk pasien psikopat di Rumah Sakit Jiwa New York Bellevue, tetapi kemudian dibebaskan setelah mendapatkan sertifikat yang menjamin kewarasannya.

Pada awal usia 50-an, Robertson bekerja secara reguler untuk New York Saturday Evening Post. Dia menjual hak serial atas dua novel dan dua cerita pendek yang kemudian dijadikan film bisu, yakni The Closing Of The Circuit pada tahun 1914 dan Masters Of Men tahun 1923.

Pada tahun 1909, ia menulis tentang perang antara AS dan Jepang, yang dipicu oleh serangan mendadak Jepang terhadap kapal angkatan laut Amerika.

Kisah tersebut tampaknya juga meramalkan pemboman Pearl Harbor pada tahun 1941, yang mendorong AS untuk memasuki Perang Dunia II.

Pada tahun 1915, ketika ia berusia 54 tahun dan kapal selam Inggris dan Jerman terlibat dalam Perang Dunia Pertama, Robertson mulai menderita rematik parah dan memerlukan tongkat untuk berjalan.

Pada bulan Maret tahun itu, dia memutuskan untuk mengunjungi Atlantic City, New Jersey, untuk beristirahat tetapi ditemukan tewas sehari kemudian di sebuah hotel.

Dia ditemukan berdiri dengan tangan bertumpu pada sisi lemari kayu ek. Ia meninggal saat menatap Samudera Atlantik melalui jendela yang terbuka.



Simak Video "Miliarder Asal Australia Bakal Bangun Kapal Titanic II"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/afr)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat