Daftar pegawai Google yang dipecat setelah terlibat dalam demo terkait kontrak Google dengan Israel kembali bertambah.
Setidaknya ada 20 orang pegawai yang juga dipecat setelah terlibat dalam aksi protes tersebut. Menurut grup aktivis yang mewakili para pegawai Google, secara total, sudah lebih dari 50 pegawai yang dipecat.
Pemecatan ini dikonfirmasi oleh juru bicara Google, yang menyebut mereka sudah kembali melakukan pemecatan setelah melakukan investigasi terhadap aksi demo 16 April tersebut, yang melibatkan pendudukan kantor Google di New York City dan Sunnyvale.
Baca juga: Google Pecat 28 Pegawai yang Demo Israel |
Alasan pemecatan ini beberapa hari sebelumnya sudah diungkap oleh CEO Google Sundar Pichai. Menurutnya pegawai dilarang menggunakan perusahaan sebagai platform personal, ataupun menggunakannya untuk memprotes isu disruptif ataupun debat politik.
Namun menurut juru bicara No Tech for Apartheid Jane Chung, pemecatan tersebut dilakukan untuk membungkam para pegawai.
"Perusahaan mencoba meredam perbedaan pendapat, membungkam pekerja dan mempertegas kekuatannya terhadap pegawai," kata Chung.
Sebagai informasi, No Tech for Apartheid adalah grup yang memprotes kontrak Google dan Amazon dengan pemerintah Israel sejak 2021 lalu.
Sementara itu di Google pun terjadi silang pendapat terkait pemecatan tersebut. Google menuding pegawai-pegawai yang dipecat itu terlibat aktif dalam aksi protes dan mengganggu aktivitas pekerjaan dengan menduduki kantor.
Tudingan tersebut ditepis oleh pihak pegawai yang dipecat. Menurut mereka, banyak dari pegawai yang dipecat itu bahkan sama sekali tidak memasuki kantor Google saat aksi protes tersebut.
Dalam sejarahnya, Google memang sudah beberapa kali memecat pegawai yang mengkritisi kebijakan perusahaan. Namun baru kali ini pemecatan tersebut dilakukan secara sekaligus terhadap banyak pegawai.
Google juga dikenal sebagai salah satu perusahaan Big Tech yang terbuka dalam hal budaya kerja dan kolaborasi. Mereka bahkan mendukung para pegawai untuk mempertanyakan keputusan yang diambil oleh pemimpinnya.
Namun menurut Pichai dalam memo internalnya, keterbukaan itu hanya berlaku untuk topik pekerjaan dan bukan politik.
"Kita punya budaya terbuka, diskusi terbuka membuat kita bisa membuat produk yang hebat dan mengubah ide menjadi kenyataan. Namun ini adalah tempat kerja dan kebijakan dan ekspektasi kita sudah jelas: ini adalah bisnis," jelas Pichai.
Seperti diberitakan sebelumnya, Project Nimbus adalah sasaran dari aksi demonstrasi tersebut, dan sudah dilakukan sejak bertahun-tahun. Bahkan beberapa di antara pegawai Google mendirikan No Tech for Apartheid pada 2021.
Project Nimbus melibatkan Google dan Amazon, yang bersama-sama menyediakan infrastruktur cloud computing dan layanan untuk berbagai badan di pemerintahan Israel, termasuk Israel Defense Forces. Padahal sebelumnya Google dan Amazon dalam kontraknya sudah melarang pemakaian teknologi ini untuk keperluan militer.
Simak Video "Penangkapan Karyawan Google Buntut Protes Kerja Sama dengan Israel"
[Gambas:Video 20detik]
(asj/afr)