shtandovebg.com

Plastik Didihkan Bumi Lebih Cepat Dibanding Penerbangan Global

Hari Bumi tahun ini berfokus pada ancaman plastik terhadap lingkungan kita.
Plastik Bikin Bumi Mendidih Dua Kali Lebih Cepat Dibandingkan Penerbangan Global. Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool

Jakarta -

Industri penerbangan dikenal tidak ramah lingkungan karena membuang ribuan ton gas rumah kaca ke atmosfer Bumi setiap tahunnya. Namun sebuah studi baru menemukan bahwa dampak industri plastik jauh lebih buruk.

Para ilmuwan di Lawrence Berkeley National Laboratory menemukan bahwa industri plastik melepaskan setara dengan 2,5 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer setiap tahun. Sedangkan karbon dioksida yang dilepaskan oleh industri penerbangan setiap tahunnya berjumlah 1 miliar ton.

Selama ini, sebagian besar berita tentang polusi plastik berkaitan dengan sampah, yang berakhir di lautan dan bahkan tubuh manusia. Tidak banyak yang menyoroti bahwa plastik juga menciptakan sejumlah besar gas yang dapat menghangatkan atmosfer jauh sebelum digunakan, demikian temuan para ilmuwan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Produksi plastik global yang menggunakan bahan bakar minyak dan menggunakan produk sampingan minyak Bumi untuk membuat bahan sintetis, mencemari atmosfer setara 600 pembangkit listrik tenaga batu bara.

"Produksi sebagian besar produk plastik diproyeksikan meningkat secara eksponensial, menekankan batas-batas planet melalui tiga krisis perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi," tulis para peneliti studi ini, seperti dikutip dari Daily Mail.

ADVERTISEMENT

Dampak plastik terhadap iklim akan meningkat dalam beberapa dekade mendatang karena meningkat pula produksi plastik. Para analis industri memprediksi produksi plastik akan meningkat setidaknya dua kali lipat pada tahun 2050.

Jika hal ini terjadi, mereka memperkirakan pemanasan global yang diakibatkannya akan menyebabkan kerugian sebesar USD 38 triliun (setara Rp 616,7 kuadriliun).

"Perubahan iklim akan menyebabkan kerusakan ekonomi besar-besaran dalam 25 tahun ke depan di hampir semua negara di dunia, juga di negara-negara maju seperti Jerman, Prancis dan Amerika Serikat," kata penulis utama studi, Leonie Wenz dari Potsdam Institute.

Namun sebagian besar fokus masyarakat dan ilmiah terhadap plastik adalah pada apa yang terjadi pada plastik setelah menjadi sampah. Menurut para ilmuwan di balik laporan tersebut, hal ini mengabaikan sebagian besar gambaran yang ada.

"Peningkatan pesat produksi plastik dan ketergantungan yang terus berlanjut pada bahan bakar fosil untuk produksi, telah berkontribusi terhadap berbagai masalah lingkungan dan gangguan kesehatan. Akibatnya, polusi plastik semakin menjadi ancaman terhadap ekosistem alam, kesehatan manusia, dan iklim," tulis peneliti.

Namun, mereka menambahkan, tidak ada cukup informasi mengenai bagaimana manufaktur plastik berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dan keseluruhan 'anggaran karbon' yang harus dipenuhi untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius.

Plastik Berbahan Bakar Fosil

Studi ini meneliti jumlah emisi gas rumah kaca dari sembilan jenis plastik berbahan bakar fosil yang menyumbang 80% produksi plastik.

Sampel tersebut antara lain polietilen (PE), yang digunakan dalam kantong plastik, polivinil klorida (PVC) yang ditemukan dalam pipa, dan plastik yang digunakan pada suku cadang mobil.

Apa yang mereka temukan adalah bahwa pembuatan kesembilan jenis plastik ini menghasilkan sekitar 2,24 gigaton karbon dioksida per tahun (GtCO2e), yang merupakan ukuran potensi pemanasan global dari berbagai gas rumah kaca yang dihasilkan, termasuk metana dan dinitrogen oksida. 2,24 gigaton setara dengan 2,5 miliar ton.

Emisi ini mencakup 5,3 persen emisi gas rumah kaca global, belum termasuk perubahan penggunaan lahan dan kehutanan. Bahkan dengan tingkat pertumbuhan industri plastik yang rendah, angka-angka ini akan meroket di tahun-tahun mendatang, demikian temuan para ilmuwan.

"Di bawah skenario pertumbuhan konservatif' sebesar 2,5 persen per tahun, emisi gas rumah kaca dari manufaktur plastik akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 4,75 GtCO2e pada tahun 2050, yang merupakan 21-26% dari sisa anggaran karbon global untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius," tulis peneliti.

Penelitian ini menambahkan bagian penting dari gambaran plastik yang diabaikan oleh sebagian besar pemberitaan tentang sampah plastik. Memang benar, sampah plastik menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Jutaan ton plastik mengambang di lautan dunia, dan sampah ini terurai menjadi fragmen mikroskopis yang disebut mikroplastik yang terbukti terakumulasi di otak, ginjal, hati, bahkan plasenta, mengurangi kesuburan dan meningkatkan risiko kondisi terkait peradangan seperti penyakit radang usus, kanker, dan Alzheimer.

Namun dampak buruknya dimulai jauh sebelum produk plastik mempunyai peluang untuk menjadi sampah. Hal ini sudah dimulai sejak plastik diproduksi, dan muncul dalam bentuk emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global yang sangat signifikan.



Simak Video "Kecanggihan Robot Ikan Penyedot Mikroplastik"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat